Google

06 Desember 2009

Barisan yang menarik

Apa kabar wahai para pembaca? Aduh, maaf jika saya sudah lama tidak menemui anda. Terakhir hanya dua artikel yang dapat dimasukkan dalam blog ini. Baru dalam bulan november ini saya berkesempatan untuk menulis kembali. Mudah-mudahan tulisan ini dapat mengobati rasa rindu saya kepada para pembaca.
Mohon maaf juga saya sampaikan apabila saya tidak membalas semua komentar dan jawaban soal yang telah diungkapkan oleh pembaca.


Pada tulisan ini, saya mencoba untuk menyajikan suatu barisan yang cukup menarik dalam matematika. Barisan ini ada kaitannya dengan pernyataan kemungkinan ya atau tidak.
Penulis yakin bahwa para pembaca pernah melakukan mengambil keputusan berdasarkan kemungkinan yang muncul, atau paling tidak melihatnya di dunia nyata maupun di televisi. Pengambilan keputusan berdasarkan kemungkinan tersebut yang sederhana, misalnya, adalah mengambil keputusan ya atau tidak. Sering untuk memutuskan itu, seseorang menggunakan jari-jarinya. Misalnya dimulai dari jari kelingking tangan kiri, orang tersebut melafalkan ya, terus ke jari sebelahnya tidak, kemudian ya, dan seterusnya. Pelafalan ya atau tidak berhenti setelah jari-jari yang digunakan habis

(untuk membantu pelafalan, ada orang yang menggunakan jari-jari tangan kiri saja, ada yang kedua tangan. Kalau merasa kurang yakin, ada yang memakai jari-jari kaki juga. Kalau perlu, jari-jari teman sebanyak-banyaknya. Tetapi yang paling ekstrim memanfaatkan banyaknya rambut-rambut, seperti di kaki. Mungkin karena banyaknya rambut tidak dapat ditebak. Setiap waktu berbeda-beda karena ada yang tumbuh dan ada yang rontok.
Tapi ada enggak ya, orang yang menggunakan rambut di kepala?. Saya pikir sih tidak ada, karena mungkin dalam satu hari kita tidak dapat membilang banyaknya rambut satu-persatu. Jika ada yang mencoba, saya yakin pasti air liurnya kering deh. )
Lho, kok ngelantur sih. Ayo kita balik ke tulisan utama.


Setelah habis, pelafalan yang keluar itulah yang dijadikan keputusan. Kalau iya, dikerjakan. Kalau tidak, ditinggalkan.

Jika kita orang yang waras, tentu berpikir: ”Apakah benar keputusan kita”?. Untuk meninjau pertanyaan ini, penulis akan mencoba membawa pembaca untuk memasuki dunia matematika.

Andaikan dimisalkan keputusan ya adalah 1, dan keputusan tidak adalah -1. Kita akan memperoleh barisan
1, -1, 1, -1, 1, -1, 1, -1, ...
(Tanda 3 titik terakhir menunjukkan banyaknya suku barisan tak hingga dan polanya terus berulang.)
Hasil keputusan adalah penjumlahan suku-suku barisan ini. Coba kita jumlahkan suku-sukunya:

1 + -1 + 1 + -1 + 1 + -1 + ... = (1 + -1) + (1 + -1) + (1 + -1) + ...

= 0 + 0 + 0 + ...
= 0

Menariknya, jika kita sedikit mengubah cara menjumlahkan maka hasil yang kita peroleh berbeda.

1 + -1 + 1 + -1 + 1 + -1 + 1 + ... = 1 + (-1 + 1) + (-1 + 1) + (-1 + 1) + ...
= 1 + 0 + 0 + 0 + 0 + 0 + ...
= 1

Yang lebih ekstrim lagi adalah sebagai berikut
Misalkan

S = 1 + -1 + 1 + -1 + 1 + -1 + 1 + ...
<-> S = 1 + (-1 + 1 + -1 + 1 + -1 + 1 + ...)
<-> S = 1 + -(1 + -1 + 1 + -1 + 1 + -1 + ...)
<-> S = 1 + -S
<-> 2S = 1
<-> S = ½

Lho, ternyata 1 + -1 + 1 + -1 + 1 + -1 + 1 + ... = ½

Apakah pembaca merasa aneh, atau bingung terhadap banyaknya hasil penjumlahan? Secara matematis, hal ini wajar terjadi. Deret dari barisan yang kita miliki adalah tergolong barisan yang divergen. Karena divergen, kita tidak akan dapat menebak pendekatan (limit) suku deret yang ke-tak hingga. Oleh karena itu wajar jika terjadi berbagai kemungkinan jawaban.

Nah, apakah pembaca dapat menebak maksud saya?
Ada hal filosofis yang dapat ditarik dari fenomena barisan ini, yaitu dari hasil penjumlahan suku-sukunya yang tidak konsisten, dapat 0, 1, atau ½. Filosofisnya adalah kita tidak dapat mempercayai begitu saja keputusan melalui percobaan kemungkinan ya atau tidak. Hasilnya akan diluar dugaan. Kalau kita beruntung, mungkin hasilnya baik bagi nasib kita. Tetapi bagaimana kalau buntung, apakah pembaca mau? Seharusnya pengambilan keputusan berdasarkan logika atau pikiran. Kita harus memperhitungkan kebermanfaatan yang diperoleh dan resiko yang harus ditempuh. Dengan perhitungan seperti ini, hasil yang kita peroleh pun dapat dipertanggung jawabkan.
Jadi, melalui artikel ini, penulis ingin mengajak pembaca untuk terlebih dulu berpikir dalam mengambil keputusan. Pembaca seyogyanya tidak mempertaruhkan masa depannya hanya pada keputusan ya atau tidak melalui bantuan jari.

20 Mei 2009

SELAMAT DENGAN LOGIKA

Artikel ini bercerita tentang seorang pengembara yang diselamatkan oleh logika kontradiksi. Dengan kemampuan logika yang dimilikinya, ia terhindar dari hukuman kepala suku primitif di pedalaman hutan Indonesia.

Mau tau ceritanya..........?

Seorang pengembara wisata kuliner yang selalu berkunjung ke desa-desa di Indonesia yang terkenal masakannya tersesat di dalam hutan rimba Indonesia yang belum terjamah oleh para petualang. Hal ini terjadi karena dia tanpa sengaja memilih jalan yang salah. entah mengapa dia lebih memilih jalan menuju hutan rimba dibanding jalan beraspal. mungkin jiwa petualangnya yang menyuruhnya demikian.

Setelah lama berusaha menemukan jalan keluar, tanpa sengaja dia menemukan perkampungan penduduk. Namun yang membuat dia heran, rumah-rumah perkampungan ini bukanlah rumah-rumah biasa. Rumah-rumah itu dibuat sekedar untuk berteduh saja seperti pos ronda. Dan yang membuat dia terkejut adalah para penduduk di perkampungan itu. Mereka menggunakan pelindung badan seadanya. Bahannya pun terbuat dari daun-daun pepohonan.

Saat sedang terheran-heran, tiba-tiba sekelompok penduduk menyergap dia dari belakang. Pada awalnya dia berusaha melawan. Namun karena terlalu banyak si pengembara tidak mampu berbuat banyak. Akhirnya dia pasrah digotong oleh para penduduk seperti hewan buruan masuk dalam perkampungan menuju ke tempat kepala perkampungan tersebut.

Setelah tiba di tempat kepala perkampungan, si pengembara diikat pada tiang yang dikelilingi kayu bakar. Si kepala perkampungan sambil berdiri berkata lantang kepada si pengembara (untungnya dia pakai Bahasa indonesia).

"Wahai orang asing, kamu telah kami tangkap. dan sebentar lagi kamu akan dijadikan santapan siang suku kami. Karena itu, sebelum semua itu terjadi, buatlah sebuah pernyataan. Jika pernyataan kamu benar, maka kamu akan dipanggang di atas bara api. namun jika pernyataan kamu salah, maka kamu akan direbus di dalam kuali."

Mendengar ucapan si kepala perkampungan, si pengembara geleng-geleng kepala sambil tersenyum kecut. batinnya berkata kalau kepala kampung ini orang gila. Pernyataan lantang yang diucapkan bernilai akhir sama bagi pengembara. Sama-sama membuat ia menjadi makanan bagi penduduk kampung itu.

Pada saat yang genting tiba-tiba penalaran matematikanya jalan. Secara mendadak muncul ide membuat suatu pernyataan yang menyelamatkan dia. Mau tahu penalaran yang tiba-tiba muncul dalam pikiran dia??? dan apa pernyataan dia?????????

(kalau mau tahu, arahkan turun ke bawah roll mouse nya)
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>

Penalaran matematika yang muncul bersifat logika. Si pengembara menganalisis dalam hatinya seperti berikut:

jika pernyataan benar maka akan terjadi P. jika pernyataan salah maka akan terjadi Q.

Berarti supaya selamat, buat pernyataan yang akan terjadi adalah Q.
Jika benar maka seharusnya terjadi Q, padahal kepala kampung menghendaki terjadi P (bertentangan kan).
Jika salah maka tidak akan terjadi Q, padahal kepala kampung menghendaki terjadi Q (bertentangan lagi).

Pertentangan ini akan membuat kepada suku bingung sehingga si pengembara selamat dari kegilaan kepala kampung.

nah, bertolak dari pikiran logika matematika, si pengembara membuat pernyataan:

AKU AKAN DIREBUS DALAM KUALI........

JAWABAN UNTUK PAK INDRA


Alhamdulillaah, akhirnya saya berkesempatan kembali menulis artikel untuk blog ini setelah beberapa lama terbuai oleh perasaan senangnya liburan. Bahkan saking senangnya, rasa malas untuk menulis terus terbawa beberapa bulan setelah masa liburan berakhir.

Sebelumnya saya mohon maaf jika beberapa komentar yang bernada pertanyaan belum dapat saya jawab. Mohon dimaklumi karena ini terjadi atas kehendak saya sendiri. Alasannya antara lain telah disebutkan di atas.


Ketika saya kembali membuka blog ini, saya membaca sebuah pertanyaan yang menarik dari Pak Indra, seorang guru matematika di Surabaya. Pertanyaan ini tertulis di kolom komentar artikel Tidak Pernah ada Operasi 0/0 dalam Limit. Pertanyaan ini sangat menarik sehingga saya merasa jawabannya perlu ditulis dalam bentuk sebuah artikel.

Daripada kita bolak-balik melihat pertanyaan pak Indra yang saya maksud, maka saya menuliskan kembali disini. Pertanyaannya adalah bagaimana menerangkan secara simpel pertanyaan berikut ini:


Jika suatu pekerjaan dikerjakan oleh 30 orang maka pekerjaan tersebut akan selesai dalam 42 hari. jika pekerjaan berlangsung selama 20 hari lalu pekerjaan dihentikan selama 12 hari karena ada suatu hal, dan pimpinan menginginkan pekerjaan akan selesai tepat waktu, maka tambahan pekerja adalah .............


Kalau kita sedikit berpikir, masa sih sulit menerangkan pertanyaan di atas. Cukup gunakan bahasa Indonesia yang baik dan jelas maka siswa akan mengerti maksud dari pertanyaan. Tapi kalau kita pikirkan kembali, apakah pertanyaan pak Indra sederhana seperti itu? Rasanya tidak. Jadi saya berasumsi mungkin yang dimaksud Pak Indra adalah menerangkan penyelesaian dari pertanyaan di atas.

Penyelesaian persamaan di atas dapat menggunakan beragam metode. Namun sangat disayangkan Pak Indra tidak mengungkapkan penyelesaian yang beliau gunakan. Jika beliau mengungkapkan mungkin kita dapat menganalisis bersama bagaimana cara menerangkan yang baik.

Kembali pada metode penyelesaian. Penyelesaian secara ilmiah telah dituliskan oleh mas Agoessss (dapat dilihat pada kolom komentar artikel Tidak Pernah ada Operasi 0/0 dalam Limit).

Sedikit berbeda dengan mas Agoessss, dalam artikel ini saya mencoba mengemukakan penyelesaian yang lebih menekankan pada penalaran. Tapi mudah-mudahan jawabannya sama (doakan ya.....).


Perhatikan kembali pertanyaan di atas.


Untuk menjawabnya kita boleh saja berandai-andai, ya kan? (tiga kata bagi yang melarang: Emang Gue Pikirin.... he...he...) Andaikan pekerjaan itu adalah menyelesaikan kerajinan 42 karya selama 42 hari yang dikerjakan oleh 30 orang.

Berarti 1 hari dapat 1 karya.

Setelah 20 hari bekerja tentunya dihasilkan 20 karya. Berarti tersisa 22 karya lagi.

Karena masalah darurat krisis global, pekerja diliburkan 12 hari setelah itu dilanjutkan kembali.

Berarti hanya tersisa 10 hari untuk menyelesaikan 22 karya.

Dalam 10 hari terakhir, 30 pekerja dapat menyelesaikan hanya 10 karya. Berarti untuk 12 karya lain diperlukan tambahan pekerja.

10 karya perlu tambahan 30 pekerja

2 karya (karena 2/10 = 1/5) perlu tambahan 1/5 dari 30 pekerja, yaitu 6 orang.

Jadi, tambahan pekerja yang diperlukan adalah 36 orang (waaa.....h, mas agoessssss jawaban kita sama).

Metode penyelesaian yang saya ajukan di atas lebih berlandaskan penalaran. Saya bukanlah orang yang pandai matematika seperti mas agoesssssss sehingga saya menghindar dari perhitungan yang rumit.


Bagi pak Indra, semoga metode jawaban saya ini mudah disampaikan dan dijelaskan kepada siswa.


31 Januari 2009

Lebih berat 5 kg besi ketimbang 5 kg kapas

Pagi itu aku melihat siswaku yang bernama Udin sedang duduk sendiri merenung di depan kelas. Mukanya tampak kusut tak keruan, seperti menandakan ada yang mengganjal pikirannya.
Aku bergegas mendatangi Udin. Mungkin aku bisa menghibur supaya dia kembali ceria.
"Assalamu'alaikum Udin".
Udin yang tadi merenung menjadi terkejut mendengar ucapan salam dariku.
"Eh, bapak. Alaikumussalam Pa."
"Udin, dari tadi bapak perhatikan, kamu tidak seperti biasanya. ada masalah ya? ceritakan aja ke Bapak mungkin bapak bisa bantu?" aku bertanya sambil memasang muka serius penuh simpati.
"mmmmmmmmhhhhhhhhh", Udin hanya bergumam mendengar pertanyaanku.
"Ada apa Udin? ko tidak menjawab pertanyaan bapak." aku bertanya lagi.
"Begini pa. Kemarin sore Udin membeli cd film, judulnya bagus Pa. keren. tapi saat diputar di rumah, tidak ada gambarnya. Hanya warna biru dan tampilan waktu saja. Udin merasa rugi Pak." Udin mengeluarkan uneg-uneg di dadanya dengan emosi.
"O.... begitu ya Din. Emangnya apa judul cd nya? aku bertanya sambil mengangguk.
"CD cleaner Pa"
Mendengar judul itu aku langsung tertawa keras sambil memegang perut. "Hua...ha...hua...ha...." tapi saat melihat muka Udin aku langsung menutup mulut. Aku sadar kalau tertawa ku akan menyakiti Udin padahal niatku sebelumnya untuk menghibur. Aku buru-buru minta maaf.
"Maaf ya Din. Tadi bapak tak kuat menahan tawa. Kamu sih ada-ada saja".
"Kok bapak tertawa?" Udin bertanya dengan muka kesal.
"Udin, cd cleaner itu artinya cd pembersih. Jadi cd cleaner itu bukan cd film melainkan untuk membersihkan optik cd player supaya cd player tetap awet. fffff " aku menjelaskan sambil menahan tawa.
Tapi yang namanya Udin tidak mau kalah. Rupanya dia tidak suka aku tertawa dan ingin balas kelakuanku.
"Bapak saya punya teka-teki. Bapak harus jawab ya"
"Teka-teki?" aku bertanya sambil mengkerutkan dahi. aku membatin mungkin dia ingin membalas.
"Baiklah. apa teka-tekinya?"
"Manakah yang lebih berat, 5 kg besi atau 5 kg kapas?"
Mendengar teka-teki itu aku hanya tersenyum. Inikan hanya teka teki biasa yang sudah sering ku dengar. Kemudian aku menjawab dengan alasannya. "Udin, tentunya tidak ada yang lebih berat. 5 kg besi itu sama beratnya dengan 5 kg kapas. Kan sama-sama 5 kg". Aku kembali tersenyum karena merasa menang.
"Bapak salah. 5 kg besi lebih berat!" kemudian Udin loncat kegirangan.
"Lho kok salah?" aku bertanya keheranan.
"Bapak, kalau 5 kg besi dipukulkan ke kepala tentu sakitnya akan lebih berat ketimbang 5 kg kapas. benarkan? makanya Pak. seharusnya tanya dulu semesta pembicaraan kita. Hua....ha....ha...." kini gantian Udin yang tertawa.
"%&)#5kg@#@$%$%" Aku tidak bisa menjawab lagi.
Namun, walaupun Udin tertawa, aku tidak marah. Tujuanku sudah tercapai karena ia sudah kembali tertawa. Kemudian aku ikut tertawa juga.

Negatif x negatif hasilnya positif

"Assalaaaaaamu 'alaikum"
Teriakan salam dari adikku membuyarkan konsentrasiku saat membaca buku matematika. "Alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh" aku menjawab.
Setelah adikku melepas sepatunya dan meletakkan di rak sepatu, dia datang menghampiriku.
"Kakak, lagi sibuk ya?"
"Enggak juga. ada apa?"
"Tadi kan Adi belajar matematika di sekolah. Gurunya mengajar tentang perkalian bilangan bulat. Katanya negatif x negatif hasilnya positif. Kok bisa ya?"
Aku tersenyum mendengar penuturan adikku yang bernama Adi.
"Emangnya gurumu tidak menjelaskan mengapa hal itu bisa terjadi?"
"Eeee.....h. Ada sih, tapi Adi belum mengerti. Ajarkan ya Kak? pinta adikku dengan memelas.
"Iya.. tentu saja adikku sayang. Tapi... sebelum itu makan dulu.. Kan cape baru datang dari sekolah. Nanti setelah makan dan istirahat baru kakak ajari. Oke?
"Oke kak!" dia menjawab tawaranku dengan wajah tersenyum dan sambil mengacungkan jempol tangannya.

***

Setelah adikku makan dan beristirahat, dia kembali mendekatiku tuk menagih janji. Di tangannya sudah ada buku dan pensil.
"Kak, Adi sudah makan nih. Ayo kita belaja...r. Tadi kakak kan sudah janji"
Aku tersenyum senang melihat semangat adikku yang mau belajar. Aku tidak mau semangat itu hilang maka aku segera menepati janjiku.
"Iya.. tapi kita di luar saja ya mainnya"
"Lho, kok main sih. Adi kan maunya belajar" adikku memprotes ucapanku.
"He...he.... Main sambil belajar lah. Supaya Adi gak bosan"
"O...." Adikku hanya bergumam sambil mengangguk setelah mendengar penjelasanku....
Setelah itu kami pergi ke halaman rumah.
"Adi, sebelum kita mempelajari negatif x negatif kakak mau bertanya dulu. Adi masih ingat, apa artinya 4 x 2?"
"Masih kak. 4 x 2 itu sama dengan 2 + 2 + 2 + 2 = 8. Benarkan?"
"Waa..h. Adikku memang pintar" pujiku sambil mengacungkan jempol.
"Kalau begitu. Yang mana sebagai pengalinya?"
"Pengali itu yang memperbanyakkan? ya 4 lah." Terang adikku dengan yakin.
"Hebaa...t"
Karena senang mendengar pujianku, tanpa ditanya dia langsung mengungkapkan pengetahuannya.
"Kalau 4 sebagai pengali, maka 2 itu yang dikalikan atau yang diperbanyak. Benar lagi kan?
"He...he.... Bagus. Bagus. Bagus." Dua jempol tangan aku acungkan kepada adikku. Dia makin sumringah.
"Oke. kamu sudah tahu. Nah, sekarang tulisdan ingat aturan ini ya..."
"Pasti kak" jawab adikku sambil bergegas menyiapkan alat tulis dan bukunya.
"Oh iya. ada yang kakak lupa. Kamu sudah tahu positif dan negatif kan?"
"jelas dong kak. Adi kan pintar"
Mendengar itu aku hanya tersenyum.
"Nah, catat ya. Kesepakatan untuk pengali. Positif artinya lakukan sedangkan negatif artinya lakukan lawannya. paham?"
"Paham kak. Kalau pengali positif artinya lakukan dan kalau negatif artinya lakukan lawannya" jawab adikku sambil mengangguk.
"Sekarang untuk yang dikalikan. Positif artinya maju sedangkan negatif artinya mundur. Catat dan ingat baik-baik ya"
"Iya kak."
"Coba kamu baca kembali dan pahami dengan baik aturannya. Kakak beri waktu 5 menit"
Setelah kuberi perintah, mulut adikku langsung komat kamit seperti dukun baca mantera dan sesekali menengadahkan kepala melihat ke atas.

***

Lima menit kemudian aku memberikan pertanyaan pertama.
"4 x 2 berarti lakukan sebanyak 4 kali pekerjaan maju 2 langkah. Praktekkan!"
"Lakukan sebanyak 4 kali pekerjaan maju 2 langkah" adikku mengulang pernyataanku dan kemudian mempraktekkannya.
"Apa hasilnya?" tanyaku
"hasilnya maju sebanyak 8 langkah," jawab adikku.
"positif atau negatif?" tanyaku lanjut.
"karena maju berarti positif" jawab adikku dengan yakin.
"Nah, positif x positif hasilnya juga positif. Sesuaikan dengan yang kamu pelajari"
"Eh, iya kak. betul. tapi kan itu sudah umum. bagaimana kalau melibatkan bilangan negatif?"
"Mmmmhh, coba sekarang 4 x (-2). apa artinya dan bagaimana hasilnya?"
"positif kali negatif ya. artinya lakukan sebanyak 4 kali pekerjaan mundur 2 langkah". setelah memahami adikku langsung mempraktekannya. "Hasilnya mundur 8 langkah. Karena mundur berarti negatif."
"Jadi?" aku menanyakan apa yang dia peroleh.
"Jadi, positif x negatif hasilnya negatif. Iya kak, sesuai lagi dengan yang disekolah." Jawab adikku dengan senyum.
"Paham?" tanyaku kembali untuk memastikan.
"Iya iya. paham" jawab adikku dengan yakin.
"Sekarang, bagaimana dengan (-4) x 2. apa hasilnya?" Aku melanjutkan ke soal berikutnya.
"Tadi kesepakatannya kalau pengali negatif berarti lakukan lawannya. Kalau begitu -4 x 2 adalah lakukan sebanyak 4 kali lawan dari pekerjaan maju 2 langkah. Lawannya maju adalah mundur" Setelah memahami apa yang dilakukan, dia langsung mempraktekkannya. "Hasilnya adalah mundur 8 langkah. Karena mundur berarti negatif."
"Artinya?" aku bertanya hasil dari praktek yang telah dia lakukan.
"Artinya, negatif x positif hasilnya negatif."
"Bagus. adikku ini memang pintar".

"He..he..." adikku tersenyum mendengar pujianku.
"Sekarang, bagaimana kalau negatif x negatif. pertanyaannya -4 x -2."
"-4 x -2 berarti lakukan sebanyak 4 kali lawan dari pekerjaan mundur 2 langkah. Lawan dari mundur adalah maju" setelah memahami artinya adikku melaksanakan prakteknya. "Hasilnya adalah maju 8 langkah. Maju berarti positif. Jadi negatif x negatif ternyata hasilnya positif."
"Bagus.... bagus... Sekarang kamu mengerti kan kalau negatif x negatif itu hasilnya positif."
"Iya. sekarang Adi mengerti kalau negatif x negatif itu hasilnya positif. makasih ya kak. Adi akan selalu mengingat cara ini"
"Sama-sama. Kakak senang punya adik yang selalu mau belajar".

***

26 Januari 2009

TERTAWA SEBENTAR ALA MATEMATIKA (1)

He..... he... he.....
He..... he... he.....
Adu..h, maaf ya. aku bingung nih mau tulis apa... abis pikiranku ikut tertawa...

begini ceritanya............
Saya browsing di internet, dan aku menemukan gambar atau foto lucu matematika. semoga kamu tertawa....

(diambil dari Ad Astra Per Aspera)


(diambil dari Spicebears)


(Diambil dari : Ad Astra Per Aspera)


(diambil dari Ad Astra Per Aspera)

(diambil dari Ad Astra Per Aspera)

SAMA TAPI BEDA

Judulnya aneh ya? He...he...he..... mungkin perasaan saya lagi aneh saja. Seperti cinta kali ya. Mungkin dulu sebelum jatuh cinta terhadap seorang gadis mungkin sebagian dari kita merasa hidup tanpa si doi itu biasa. Namun ketika sudah berpacaran, tiba-tiba sebagian dari kita merasa takut putus cinta karena tidak bisa hidup tanpa si doi.
Aneh kan. Padahal sama saja, tanpa dia. Tapi pasti saya yakin sebagian dari kita berkilah itu beda. Mengapa saya yakin? Karena perihal ini sering saya dengar di sinetron Indonesia bertemakan cinta. Selain itu juga pernah dengar di siaran berita televisi. Yang mengerikan nih, ada saja orang yang bunuh diri hanya karena putus cinta. Hi....... Na’udzubillaahi min dzalika
Nah, inilah yang saya maksud sama tapi beda.
Tulisan kali ini kira-kira bertemakan hal yang sama. Mungkin bagi kita sebagai pencinta matematika menganggap dua hal sama karena memiliki karakteristik yang sama. Namun hal yang sama itu belum tentu berlaku bagi orang lain, terutama siswa. Agar lebih jelasnya maka saya tuangkan saja ya ke dalam bentuk cerita berikut.
***

Selesai berdoa, aku memulai pelajaran. ”Pada hari ini, kita akan melanjutkan belajar TRIGONOMETRI. Sekarang kita akan membahas penerapannya”.
Tiba-tiba kelas bergemuruh. ”Wuih, belajar bahasa planet lagi.” salah seorang siswa yang bernama Udin menyeletuk dan kemudian disambut tawa teman-temannya.
Aku hanya tersenyum dan tidak segera menjawab. ”Baik anak-anak, sebelum kita memulai materi yang menantang ini, kita akan tinjau dulu manfaatnya”. Aku diam sesaat.
”Pernahkah kamu berpikir bagaimana caranya untuk mengukur tinggi tiang bendera di lapangan kita” seraya jari telunjukku menunjuk ke tiang bendera yang terlihat melalui jendela. Anak-anak pun mengikuti arah jariku lalu tak lama setelah itu kembali memandang mukaku.
Suasana hening. Mereka terlihat berpikir. Si Udin tadi cuma garuk-garuk kepala. Aku hanya berharap kalau perilaku itu menunjukkan dia ikut berpikir.
”Sekarang kita ke lapangan. Kita akan mengukur tiang bendera dengan bantuan dua alat ini,” aku pun mengangkat kedua benda yang ku bawa tadi. ”Ini namanya klinometer dan ini meteran. Ayo, silahkan pergi ke lua..”
Belum selesai ku mengucapkan kata keluar, si Udin sudah berlari ke luar kelas lalu diikuti oleh teman-temannya. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala.
Setelah anak terakhir keluar aku pun berjalan mengikuti mereka dengan santai sambil menundukkan kepala. Namun, kesantaian itu seketika berubah menjadi kekagetan yang luar biasa. Ketika ku tegakkan kepala dan melihat ke tiang bendera, aku terkejut bukan kepalang.
”Mati aku”. Segera aku berlari menuju tiang bendera. Disitu sudah ada seorang anak yang telah memanjat seperempat tiang bendera.
Dengan terengah-engah aku menegur si anak, ternyata si Udin
”hhh... o..... kamu ya Din. Kamu ngapain? Turun sini. Bahaya tau”
”Lho, katanya kan mau ukur tinggi. Jadi saya panjat aja ke atas. Pak, sini meterannya. Biar saya bawa ke atas sekalian”
”Masya Allah. Kalau kamu mau ukur seperti itu. Mendingan baut tiang ini kita cabut dan kita rebahkan tiangnya. Ayo turun!!”
”Adu....h, Bapak ini gimana sih. Katanya mau mengukur tinggi. Klo tiangnya kita rebahkan Pa..... yang kita ukur itu jadinya panjang tiang bendera, bukan tingginya.” Si Udin menjawab dengan sekenanya tanpa rasa bersalah
”???!!x#$%#$@” aku tak mampu lagi menjawab pikiran si Udin. Dalam hatiku hanya berkata ”benar juga ya....”
”Sudah. Turun sini. Kan sudah saya sampaikan kalau kita akan mengukurnya dengan bantuan alat ini”
***

Cukup ya ceritanya karena poin pentingnya sudah disampaikan. Poin pentingnya adalah seorang guru yang menganggap dua istilah sama karena baik saat tegak atau pun berebah memiliki panjang yang sama. Namun, terkadang bagi siswa dua istilah itu berbeda. Yah, seperti si Udin itu. Bagi dia, tinggi itu berbeda dengan panjang walaupun besaran panjangnya sama.
Hal ini pernah saya temui saat ajang perlombaan matematika di salah satu propinsi. Ketika itu seorang siswa Sekolah Dasar bertanya sebuah soal tertulis kepada Panitia. Soalnya kira-kira begini......
”Pak Amin memiliki sebuah kebun yang berbentuk trapesium sama kaki. Luas kebun itu adalah 10.000 m persegi. Jika jumlah panjang sisi kebun yang sejajar 25 m maka tingginya adalah..........”
Setelah membaca soal ini si anak berinisiatif bertanya kepada panitia.
“Ka… soal ini aneh.”
“Aneh. Maksudnya aneh?” si panitia balik bertanya karena heran.
”Masa sih kebun punya tinggi.” jawab si anak bernada protes.
Mendengar protes si anak, si panitia hanya bengong lalu mempersilahkan si anak kembali duduk dan kemudian ia berlari menuju ruang panitia untuk bertanya.

*** Lho.... ko aku cerita lagi sih..... (bisa-bisa habis nih perbendaharaan artikel)

Jadi dengan artikel ini saya hanya mengajak kepada para pencinta matematika terutama para guru untuk memperhatikan istilah yang digunakan saat mengajar matematika. Pikirkan dengan baik istilah yang akan digunakan, dan berusahalah agar tetap kontekstual sehingga sesuai dengan bayangan si anak.

Bagaimana? Apakah anda setuju dengan ajakan saya....... atau pernahkah anda mengalami hal serupa? Jika ya, tuliskan dong di kolom komentar. Saya akan dengan senang hati menambah pengalaman anda di artikel ini atau mungkin pada artikel yang baru.